Tinta Rakyat Nusantara.Com, Pontianak - Fenomena terbitnya lebih dari satu sertifikat hak milik (SHM) pada satu bidang tanah kembali mencuat di Kalimantan Barat. Laporan masyarakat yang diterima oleh Dekky Khairuddin, Pengurus DPD Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) LMRRI Kalimantan Barat, menyoroti indikasi ketidakberesan dalam sistem pertanahan, khususnya di lingkungan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
"Satu lokasi tanah yang sama kok bisa memiliki lebih dari satu sertifikat? Ini kerjaan siapa dan tanggung jawab siapa? Apa peran dari seksi sengketa di kantor BPN?" tegas Dekky dalam keterangannya, Selasa (15/07/2025).
Dekky menilai, keberadaan sertifikat ganda tersebut tak hanya menimbulkan keresahan masyarakat yang sedang mencari kepastian hukum, tetapi juga membuka dugaan adanya praktik suap, gratifikasi, atau bahkan kejahatan administrasi di internal BPN.
"Fungsi pengawasan dan verifikasi sebelum penerbitan sertifikat itu di mana? Mengapa bisa sampai terjadi hal seperti ini?" lanjutnya dengan nada geram.
Menurut Dekky, keberadaan seksi sengketa di kantor BPN seharusnya menjadi garda depan dalam menyelesaikan konflik pertanahan. Namun kenyataannya, sistem penyelesaian sengketa secara alternatif atau Alternative Dispute Resolution (ADR) justru tak pernah efektif dijalankan.
Ia mendesak agar Kepala Kantor Wilayah BPN Kalbar, bahkan hingga jajaran pusat, melakukan audit menyeluruh terhadap proses penerbitan sertifikat, terutama pada lokasi-lokasi yang kini diketahui tumpang tindih.
"BPN wajib membuka proses penerbitan SHM secara transparan kepada publik. Jangan sampai masyarakat menilai buruk karena tidak diberi informasi sebagaimana amanat UU Keterbukaan Informasi Publik," tegas Dekky.
Lebih lanjut, YLBH LMRRI Kalbar menyatakan akan terus mengawal setiap kasus agraria yang menimbulkan keresahan masyarakat.
“BPN seharusnya menjadi lembaga yang mempermudah, bukan malah memperumit hak-hak rakyat atas tanah mereka. Jangan sampai justru jadi sumber masalah,” pungkasnya.
TINDAK Soroti Lemahnya Mediasi BPN, Dorong Evaluasi Nasional atas SHM Tumpang Tindih
Dalam kesempatan berbeda, Yayat Darmawi, SE, SH, MH, Koordinator Lembaga Tim Investigasi dan Analisis Korupsi (TINDAK), juga memberikan analisis yuridis terkait maraknya kasus sertifikat ganda di Kalimantan Barat.
Menurut Yayat, lambatnya respon dan lemahnya efektivitas mediasi oleh BPN terhadap sengketa pertanahan telah menciptakan residu masalah yang berkepanjangan.
"Ketidakpastian hukum atas SHM milik masyarakat membuka celah bagi munculnya mafia-mafia tanah baru yang mengatasnamakan diri sebagai penggarap dengan dalih lahan tidak bertuan," jelas Yayat.
Ia juga menyoroti situasi di mana masyarakat yang telah membeli tanah melalui proses lelang negara secara resmi tetap tidak mendapatkan jaminan kepastian hukum.
"Sudah banyak kasus di mana pemilik SHM hasil lelang negara justru tidak bisa menguasai tanah yang telah dibelinya, karena terhalang oleh persoalan klaim ganda dan tumpang tindih sertifikat," ungkapnya.
Yayat menambahkan, sebenarnya pola penyelesaian konflik melalui mekanisme ADR sesuai UU No. 30 Tahun 1999 dan PERMA No. 1 Tahun 2016 bisa dioptimalkan. Namun hal ini gagal jika ada keterlibatan langsung oknum internal BPN dalam penerbitan SHM yang bermasalah.
“Selama BPN belum bersih dari oknum yang bermain dalam penerbitan sertifikat, ADR akan selalu gagal. Maka audit menyeluruh dan reformasi internal BPN mutlak dibutuhkan,” pungkasnya.
(Dwi-Red).
Komentar0