Tinta Rakyat Nusantara.Com, Pontianak, Kalimantan Barat — 17 Juli 2025. Gerakan penolakan terhadap program transmigrasi kembali bergema dari jantung Kalimantan. Bertempat di Rumah Betang Sutoyo, Pontianak, ratusan tokoh adat, pemuda, mahasiswa, dan aktivis dari berbagai kabupaten/kota di Kalimantan Barat menyatakan sikap tegas: menolak segala bentuk transmigrasi dari luar Pulau Kalimantan ke wilayah Kalimantan Barat.
Deklarasi ini disampaikan oleh Aliansi Dayak Bersatu Setanah Borneo, sebuah wadah perjuangan gabungan organisasi kepemudaan, kemahasiswaan, dan masyarakat adat Dayak. Dalam konferensi pers yang digelar usai konsolidasi akbar, Koordinator Aliansi, Hendro Ronianus, membacakan empat poin pernyataan sikap resmi:
- Menolak keras program transmigrasi ke Kalimantan Barat karena dinilai mengancam keseimbangan sosial, budaya, dan lingkungan hidup masyarakat lokal.
- Menuntut keadilan pembangunan dari pemerintah pusat yang selama ini dianggap tidak adil dan cenderung meminggirkan wilayah Kalimantan Barat.
- Mendesak penyelesaian masalah mendasar, mulai dari ketertinggalan infrastruktur, rendahnya kualitas pendidikan dan kesehatan, minimnya akses listrik, hingga tingginya tingkat kemiskinan di daerah pedalaman.
- Merekomendasikan program relokasi lokal (translokal) yang berpihak kepada masyarakat Kalimantan sendiri, jika redistribusi penduduk dianggap perlu.
“Selama ini, program transmigrasi justru menimbulkan konflik agraria, ketimpangan kepemilikan lahan, hingga marginalisasi terhadap masyarakat adat. Kami tidak akan diam,”tegas Hendro.
Aksi Damai Besar-besaran Digelar 21 Juli 2025
Sebagai langkah lanjutan, Aliansi Dayak Bersatu Setanah Borneo akan menggelar aksi damai massal pada Senin, 21 Juli 2025, dengan titik kumpul di Rumah Betang Sutoyo, Pontianak, mulai pukul 08.00 WIB.
Aksi ini direncanakan melibatkan ribuan massa, termasuk perwakilan mahasiswa, pemuda, tokoh adat, dan elemen masyarakat sipil. Mereka akan menyampaikan langsung tuntutan kepada Gubernur Kalimantan Barat dan DPRD Provinsi.
Aliansi menegaskan bahwa aksi akan berlangsung damai dan tertib sesuai koridor hukum, sebagai bentuk kecintaan terhadap tanah leluhur dan hak hidup masyarakat Kalimantan.
“Kalimantan bukan tanah kosong. Ini tanah adat, tanah leluhur. Kami berdiri bukan untuk menolak pembangunan, tapi menuntut keadilan yang seharusnya sudah lama kami dapatkan,” pungkas Hendro.
(Tim Liputan-Red)
Sumber: Hendro Ronianus, Koordinator Aliansi Dayak Bersatu Setanah Borneo
Komentar0