Tinta Rakyat Nusantara.Com, Belawan — Dugaan pelanggaran serius kembali mencoreng dunia transportasi laut nasional. Kepala Operasional PT. PELNI Cabang Belawan, Suharto (SH), diduga telah menjual 11 tiket penumpang melebihi kuota resmi pada pelayaran KM. Kelud rute Belawan–Batam, Selasa (29/7). Tindakan ini dinilai membahayakan keselamatan pelayaran dan melanggar regulasi yang berlaku.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, penjualan tiket tambahan tersebut tidak memiliki dasar dispensasi resmi, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 185 Tahun 2015, yang menegaskan bahwa penjualan tiket kapal harus dilakukan sesuai dengan kapasitas maksimal yang telah ditetapkan.
Pelanggaran ini berpotensi menimbulkan penumpukan penumpang, kekurangan fasilitas di atas kapal, hingga ancaman keselamatan di tengah pelayaran. Situasi tersebut menjadi bukti bahwa prinsip keselamatan yang seharusnya menjadi prioritas telah diabaikan demi kepentingan sepihak.
“PT. PELNI harus bertindak tegas terhadap pelanggaran ini. Tidak hanya soal aturan, tapi soal nyawa manusia. Jika dibiarkan, ini bisa jadi preseden buruk bagi keselamatan laut kita,” ujar salah satu aktivis transportasi laut nasional yang enggan disebut namanya.
Sejauh ini belum ada pernyataan resmi dari PT. PELNI terkait insiden tersebut. Namun, tindakan SH bukan hanya bertentangan dengan peraturan pemerintah, tetapi juga melanggar aturan internal perusahaan, yang mewajibkan seluruh operasional berjalan berdasarkan standar keselamatan yang ketat.
Saat awak Tinta Rakyat Nusantara mencoba mengonfirmasi langsung kepada Kepala Operasional Suharto, respons yang diterima justru terkesan menghindar.
“Bapak siapa? Bagaimana kita mau berteman dekat kalau bapak tidak mau memberi tahu bapak siapa?” ujarnya dengan nada sinis.
Pernyataan tersebut diduga merupakan upaya halus untuk membungkam awak media dan menutup akses terhadap informasi publik. Sikap seperti ini dinilai tidak mencerminkan tanggung jawab sebagai pejabat operasional di perusahaan milik negara yang seharusnya transparan dan akuntabel.
Atas kejadian ini, publik mendesak agar Kementerian Perhubungan dan manajemen pusat PT. PELNI segera turun tangan, melakukan investigasi mendalam, serta menjatuhkan sanksi tegas kepada SH. Jika terbukti bersalah, sanksi administratif maupun pidana dapat diberlakukan untuk memberi efek jera dan mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
Insiden ini menjadi peringatan keras bahwa pengawasan transportasi laut masih memiliki celah, dan integritas aparat pelaksana di lapangan perlu dikaji ulang.
(Rizky Z/Tim Liputan).
Komentar0