GpWlTUM5GUziTUW8BSW9GfriGd==

Proyek Normalisasi Sungai di Berbagai Titik Wilayah Kabupaten Sambas Diduga Ajang Korupsi

Tinta Rakyat Nusantara.Com, Sambas – Sejumlah pihak mempertanyakan transparansi pelaksanaan proyek normalisasi sungai di berbagai titik wilayah Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. 

Saat ini proyek Normalisasi Sungai /saluran Irigasi yang sedang berjalan di lokasi Desa Semelagi Gayung Bersambut, Desa Sei Daun Kecamatan Selakau, Desa Selakau Tua, Desa Seranggam Kecamatan Selakau Timur, Desa Salatiga Kecamatan Salatiga, dan di kecamatan lainnya di Kabupaten Sambas yang diduga bermasalah dan perlu di uji secara yuridis.

Proyek pekerjaan ini disinyalir milik Kementerian Pekerjaan Umum – Direktorat Jenderal Sumber Daya Air – Balai Wilayah Sungai Kalimantan I Pontianak, didanai dari APBN Tahun 2025 yang diduga sarat dengan penyimpangan dan berpotensi jadi ajang korupsi.

Berdasarkan pantauan lapangan, pelaksana proyek tidak memasang papan informasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 dan Nomor 70 Tahun 2012. Aturan tersebut mewajibkan setiap pekerjaan fisik yang dibiayai negara memuat informasi nama proyek, lokasi, sumber dana, nilai anggaran, waktu pelaksanaan, serta nama kontraktor dan konsultan perencana.

Kewajiban ini juga dipertegas dalam Permen PUPR Nomor 12 Tahun 2014 tentang pembangunan drainase kota, UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), serta Perka LKPP Nomor 6 Tahun 2018. Papan informasi proyek bukan sekadar formalitas, melainkan bagian dari pekerjaan persiapan (Pre-Construction) untuk membangun kepercayaan publik dan memastikan pengawasan masyarakat berjalan.

Namun, investigasi Tinta Rakyat Nusantara menemukan indikasi pelanggaran: dari dugaan 7 titik lokasi pekerjaan, tak satu pun ditemukan papan informasi. Hal ini memunculkan pertanyaan besar soal keterbukaan informasi publik dan legalitas pelaksanaan proyek.

Ibrahim, Ketua Bidang Investigasi LSM Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GERAK) Indonesia DPD Provinsi Kalimantan Barat, menilai ketiadaan papan informasi proyek mengindikasikan potensi penyimpangan serius.

"Masyarakat berhak tahu sumber dan besaran anggaran proyek. Termasuk penggunaan BBM untuk alat berat tidak boleh menggunakan BBM Solar bersubsidi, melainkan wajib solar industri," tegasnya.

Ibrahim mendesak BPKP Kalimantan Barat, BPK RI dan aparat penegak hukum Tipikor segera melakukan penyelidikan menyeluruh.

Senada, Yayat Darmawi, SE, SH, MH, Koordinator Lembaga Tim Investigasi dan Analisis Korupsi (TINDAK INDONESIA), menyebut proyek ini penuh kejanggalan dari hulu hingga hilir.

"Dari proses lelang hingga pelaksanaan fisik, banyak hal yang tidak jelas. Nilainya miliaran rupiah, tapi manfaatnya nyaris tak terasa bagi masyarakat," ujarnya dalam keterangan tertulis.

Menurut Yayat, proyek normalisasi di Kalimantan Barat yang memakan anggaran ratusan miliar rupiah per tahun patut dicurigai lebih menguntungkan oknum tertentu daripada rakyat.

"Kalau benar untuk kepentingan masyarakat, indikator manfaatnya harus jelas. Faktanya, tujuan dan arah proyek ini masih abu-abu. Perlu diuji secara hukum: siapa yang berkepentingan dan bagaimana proyek ini bisa lolos anggaran," tegasnya.

Ia khawatir dana ratusan miliar rupiah hanya menjadi “bancakan” oknum-oknum yang berkolaborasi secara tidak sah, merugikan negara dan rakyat.

Hingga berita ini diterbitkan, tim Investigasi Tinta Rakyat Nusantara masih menelusuri perkembangan terbaru pelaksanaan proyek normalisasi di Kabupaten Sambas Tahun Anggaran 2025.

(Tim Liputan).

Komentar0

Type above and press Enter to search.