Tinta Rakyat Nusantara.Com, Pontianak - Majelis Hakim Tipikor yang dipimpin oleh Arief Boediono.SH.,MH, Nurmansyah.SH.,MH, Arif Hendriana.SH.,MH menggelar sidang lanjutan tindak pidana korupsi pembangunan jembatan Ketungau 2 Kecamatan Ketungau Tengah Kabupaten Sintang tahun Anggaran 2019 pada Pengadilan Tipikor Pontianak, Senin (6/5/2024).
Pada sidang lanjutan tersebut, JPU menghadirkan dua orang saksi yakni RR selaku Pokja dan R selaku Direktur CV. RPP selaku pemenang Tender Tahun 2019 dan tiga orang terdakwa As, yang disangkakan selaku Penerima Pengalihan Kontrak (Subkon) dari CV. RPP, Lk Selaku Direktur CV. RMK Perusaan JO / KSO, LFR selaku Direktur CV. PP perusahaan Pemenang Tender Paket Pekerjaan Mobilisasi Rangka Baja Jembatan Ketungau 2 dari Work Shop Dinas PU sintang Ke Lokasi Pekerjaan di Merakai Kec. Ketungau Tengah pada tahun yang sama tahun anggaran 2019 dan Saudara JH selaku pelaksana lapangan dari CV. PP.
Dalam fakta persidangan terungkap, terdapat 2 Paket pekerjaan terkait Proyek Pembangunan Jembatan Ketungau 2 Kecamatan Ketungau Tengah Kabupaten Sintang tahun Anggaran 2019 tersebut yaitu Paket Pekerjaan Konstruksi Jembatan Ketungau 2 sumber dananya dari Dana Alokasi Khusus (DAK) 2019 dan untuk Paket Pekerjaan Mobilisasi Rangka Baja Jembatan Ketungau 2 sumber dananya dari Dana Alokasi Umum (DAU).
Dalam sidang itu, saksi R (Pokja) terlihat gelagapan menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan oleh hakim, banyak mengaku tidak tahu dan lupa.
Saat dicecar pertanyaan oleh majelis hakim seputar proses tender atau lelang tersebut, saksi R menjelaskan “Untuk paket pekerjaan jembatan Ketungau 2 Kecamatan Ketungau Tengah Kabupaten Sintang tahun anggaran 2019, memang sempat dilakukan tender ulang karena pada tender awal atau yang pertama tidak ada peserta yang lulus evaluasi,” terangnya.
Selain itu, saat ditanya hakim mengenai tanggal waktu lelang, saksi R (Pokja) juga mengatakan tidak tahu, saya lupa,” jawab saksi R.
Dan hakim juga mempertanyakan adanya uang fee proyek sebesar Rp.200 juta yang mengalir, dijawab saksi tidak tahu.
Diantara pertanyaan majelis hakim, terkait pada proses pekerjaan tahap 2 tahun 2018 yang belum selesai dan masih dalam masa pemeliharaan atau perawatan pada tahun berikutnya yaitu tahun 2019, kenapa masih tetap dilanjutkan dengan dilakukan pelelangan lagi di tahun 2019, sementara ditahun 2019 itu jelas-jelas masih dalam masa pemeliharaan dan masih tanggung jawab pihak perusahaan yang mendapatkan proyek pekerjaan sebelumnya, kan masih ada dana yang tertahan untuk biaya perawatannya sebesar 5%, namun dijawab saksi R tidak tahu, karena jawaban saksi tersebut, maka sempat membuat hakim kesal, hingga ketua majelis hakim sempat melontarkan kata-kata, “bahwa untuk lelang tahap 3 tahun 2019 itu masuk dalam perbuatan melawan hukum, karena pekerjaan itu masih dalam masa pemeliharaan/perawatan pekerjaan tahun 2018, selama masih dalam pekerjaan pemeliharaan/perawatan tahun 2018, maka tidak boleh dilakukan lelang tahap 3 tahun (2019_Red),”jelas hakim dengan nada sedikit kesal.
hakim juga sempat meminta kepada JPU agar bisa menghadirkan Kepala UKPBJ Kabupaten Sintang untuk bisa dimintai keterangan didalam persidangan.
Kini keempat Tersangka sudah ditahan oleh Tim Penyidik Dirkrimsus Polda Kalbar sejak status mereka naik dari saksi dan setelah bersaksi untuk ke 6 tersangka yang sebelumnya telah disidangkan, dan kini ke enam tersangka tahap Pertama telah selesai menjalani 2/3 hukuman dan sedang menjalani program bebas bersyarat dari Rutan Kelas II A Pontianak.
Sementara, dalam Kasus Korupsi Jembatan Ketungau 2 tersebut, Santer berhembus kabar bahwa ke empat tersangka yang kini mendekam di Rutan Kelas II A Pontianak merupakan pihak yang "Dikorbankan" dalam kasus ini, mengingat peran mereka sangat janggal, dan penetapan tersangkanya pun terkesan sangat dipaksakan.
Pada persidangan sebelumnya, hari senin 29 April 2024 dengan Agenda mendengarkan Keterangan Saksi dari JPU yaitu saudara AS, ST. MT Selaku PPK dan SAB, SE. M.A.P. Selaku Pokja terungkap bahwa ada "Jatah" Yang ditentukan oleh PPK kepada Penyedia pada pekerjaan Mobilisasi sebesar 25% dan uangnya diserahkan langsung oleh terdakwa LFR kepada PPK meskipun pernyataan tersebut dibantah atau disangkal oleh PPK, namun sangkalan itu sontak di sahut oleh majelis Hakim dengan mengatakan bahwa manakala keterangan tersebut layak untuk dikaji lebih dalam dan bilamana diperlukan tidak menutup kemungkinan akan diterbitkan Sprindik baru.
Terkait Keterangan Saksi AS Selaku PPK ada beberapa pertanyaan Baik dari JPU, Hakim Dan Penasehat Hukum terdakwa As yang tidak bisa dijawab dengan tuntas oleh saksi dengan alasan saksi sudah lupa dan tidak memiliki spesialisasi ilmu teknis Terkait Jembatan, saksi berdalih bahwa ia merupakan Lulusan Teknik Lingkungan sehingga tidak menguasasi secara teknis khusus Pekerjaan Jembatan.
Saksi juga sempat beradu Argumen dengan Terdakwa As mengenai Addendum Pada pekerjaan Tahun 2019 dimana saksi berdalih bahwa Addendum itu diajukan oleh Pelaksana, dan Terdakwa saudara As mempertanyakan apa dasar PPK menyetujui Addendum tersebut sehinga PPK menandatanganinya dan menurut Terdakwa As Addendum itu terjadi karena harus memperbaiki kesalahan konstruksi pada pekerjaan tahun sebelumnya dan pada saat itu Pelaksana "Dipaksa" Untuk menyelesaikan pekerjaan Jembatan Ketungau 2 sehingga dilakukanlah langkah-langkah yang layak secara teknis untuk dilakukan pekerjaan tambah kurang pada tahun anggaran 2019 dengan menggunakan dana yang ada.
Kita akan menunggu apakah akan ada kejutan selanjutnya dari kasus Proyek Pembangunan Jembatan Ketungau 2 Kecamatan Ketungau Tengah Kabupaten Sintang tahun Anggaran 2019 ini, konon menurut sumber yang enggan disebutkan identitasnya ini mengatakan bahwa akan ada kemungkinan penambahan tersangka baru dari hasil pemeriksaan para saksi-saksi dipersidangan, namun ketika ditanya lebih dalam mengenai kemungkinan adanya tersangka baru itu, sumber ini mengatakan “kita tunggu saja hasil dari persidangan nanti, karena ini kan baru agenda mendengarkan keterangan saksi dari Penuntut Umum,”Jelasnya.
Kita berharap semoga kasus ini bisa terbuka dengan terang benderang dan siapa saja yang terlibat bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya, karena kita tahu UU Korupsi itu menjerat kepada siapa saja yang merasakan atau yang menerima aliran dari dana hasil korupsinya tersebut.(Tim-TRN/Editor: Red).
Komentar0