Tinta Rakyat Nusantara.Com, Kubu Raya, Kalbar - Dunia pendidikan kembali terguncang oleh kabar memilukan. Seorang pengasuh pondok pesantren (ponpes) di Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, berinisial NK (40), harus berurusan dengan hukum setelah terungkap melakukan tindak cabul terhadap tiga santriwati yang masih di bawah umur.
Kasus ini tidak hanya menggores luka dalam bagi para korban dan keluarganya, tetapi juga mencederai kepercayaan publik terhadap lembaga pendidikan berbasis keagamaan. Suara kecaman pun bergema, salah satunya datang lantang dari Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia (PW PII) Kalimantan Barat.
*PII Kalbar : Pelaku Harus Dihukum Maksimal, Tanpa Tawar-Menawar*
Ketua Umum PW PII Kalbar, Reski Legianto, menyampaikan sikap tegas dan tanpa kompromi terhadap kejahatan yang dinilai sebagai pengkhianatan terhadap amanah pendidikan, agama, dan moralitas publik.
“Tindakan bejat ini bukan hanya soal kekerasan seksual, tapi perusakan nilai-nilai luhur pesantren. Pelaku tidak boleh diberi ruang sedikit pun untuk lolos. Ini soal masa depan anak-anak kita,” tegas Reski dalam pernyataan resmi, Jumat (20/6/2025).
PW PII Kalbar menegaskan, pesantren seharusnya menjadi tempat yang aman, teduh, dan bermartabat bagi tumbuh kembang para santri, bukan justru menjadi ruang trauma dan penderitaan.
*Korban Masih Di Bawah Umur, Polisi Dalami Korban Lain*
Menurut keterangan pihak kepolisian, laporan kasus ini pertama kali diterima pada 5 Juni 2025 dari orang tua salah satu korban. Tindak lanjut dilakukan cepat oleh Satreskrim Polres Kubu Raya hingga berhasil mengamankan pelaku pada 13 Juni 2025.
“Saat ini teridentifikasi ada tiga korban, dan semuanya di bawah umur. Tapi kami masih mendalami kemungkinan adanya korban lainnya,” kata Kasubsi Penmas Polres Kubu Raya, Aiptu Ade, mewakili Kapolres AKBP Kadek Ary Mahardika.
NK kini telah resmi ditahan dan penyidikan sedang berlangsung. Polisi membuka ruang bagi santriwati lain yang merasa pernah mengalami tindakan serupa untuk melapor.
*Aksi Bejat Berulang, Korban Diancam agar Diam*
Kesaksian korban sungguh mengguncang. Seorang korban yang masih berusia 17 tahun mengaku menjadi korban pencabulan setiap dua hari sekali dan diancam agar tidak membuka mulut. Penderitaan itu disimpannya sendiri hingga akhirnya mengaku kepada ayahnya, ND, yang bekerja sebagai kuli bangunan.
“Anak saya akhirnya jujur karena sudah tak sanggup lagi. Dia bilang sering diancam. Hati saya hancur. Saya hanya orang kecil, tapi saya ingin pelaku dihukum setimpalnya,” tutur ND, Kamis malam (19/6/2025).
*PII Kalbar Minta Pemerintah Evaluasi Pesantren dan Awasi Ketat*
PW PII Kalbar menyerukan agar kasus ini dijadikan momentum untuk evaluasi menyeluruh terhadap sistem perlindungan anak di lingkungan pendidikan keagamaan. Mereka mendesak keterlibatan aktif dari semua pihak, termasuk Pemprov Kalbar, Kemenag, Dinas Pendidikan, KPPAD Kubu Raya, dan kepolisian.
“Santri bukan objek pelampiasan syahwat. Kami meminta semua stakeholder jangan tinggal diam. Agama jangan dijadikan topeng untuk menyembunyikan kebusukan,” tegas Reski.
*Jangan Ada Lagi Korban, Jangan Ada Lagi Pembiaran*
PW PII Kalbar juga mengajak masyarakat untuk terus mengawal proses hukum agar kasus ini tidak tenggelam oleh waktu atau intervensi. Mereka menyerukan perlawanan terhadap setiap bentuk kejahatan seksual di lembaga pendidikan, baik negeri maupun swasta, apalagi pesantren.
“Sudah waktunya kita membersihkan dunia pendidikan dari para predator. Jika tidak sekarang, lalu kapan ? Dan jika bukan kita, siapa lagi ?” tutup pernyataan mereka.
(Dwi/Tim-Red)
Komentar0