Tinta Rakyat Nusantara.Com, Pontianak, Kalbar – Sekretariat Bersama (Sekber) LSM dan Aktivis Kalbar meminta Kepolisian Daerah Kalimantan Barat (Polda Kalbar) segera mengusut tuntas dugaan penyebaran berita bohong atau hoaks yang dilakukan oleh media online (daring) yang menyebut oknum wartawan menerima suap senilai Rp5 miliar. Yang menjadi sorotan, media online tersebut turut mencatut nama Polda Kalbar seolah olah institusi itu sudah terlibat dalam proses penyelidikan.
“Ini sudah masuk ranah pidana. Kalau benar Polda belum pernah mengeluarkan pernyataan resmi, maka ini bentuk keterangan palsu yang disebarkan ke publik. Bisa dijerat dengan Pasal 242 KUHP dan UU ITE,” ujar salah satu perwakilan Sekber dalam pernyataan resminya, Minggu (9/6).
Dalam narasi yang beredar dan diberitakan oleh media online tersebut, disebutkan bahwa oknum wartawan diduga melakukan pemerasan terhadap seorang pengusaha lokal, dan bahwa Polda Kalbar telah "digerakkan" untuk menindaklanjuti kasus tersebut. Namun hingga saat ini, tidak ada keterangan resmi dari Polda Kalbar yang menyatakan telah menerima laporan ataupun melakukan penyelidikan atas peristiwa tersebut.
Media Bisa Dipidana Jika Terbukti Sebarkan Keterangan Palsu
Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyatakan bahwa siapa pun yang memberikan keterangan palsu dengan sumpah, baik lisan maupun tertulis, dapat diancam pidana penjara hingga 7 tahun. Jika keterangan itu menyebabkan kerugian terhadap pihak lain, ancaman hukuman meningkat menjadi 9 tahun.
Selain itu, penyebaran berita palsu di ruang digital dapat dijerat melalui Pasal 28 ayat (1) UU ITE, yang menyebut: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.” Pelanggarnya diancam hukuman penjara 6 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.
“Media tidak boleh sebebas-bebasnya menyebarkan narasi tanpa dasar hukum. Apalagi jika sampai mencatut nama institusi penegak hukum tanpa konfirmasi. Ini mencederai prinsip jurnalisme yang kredibel dan dapat memecah kepercayaan publik terhadap aparat,” tegas Sekber.
Desak Klarifikasi Resmi dan Investigasi Independen
Sekber juga mendesak media online bersangkutan untuk memberikan klarifikasi ke publik mengenai dasar pemberitaannya. “Apakah benar ada laporan resmi ke polisi? Apakah benar nominal Rp5 miliar disebut dalam konteks pemerasan? Atau ini hanya drama narasi sepihak tanpa verifikasi?” tanya salah satu anggota Sekber.
Lebih jauh, mereka mendorong adanya Investigasi independen oleh Dewan Pers atau lembaga pengawas pers lainnya. Jika ditemukan pelanggaran etika jurnalistik, media bersangkutan bisa dikenai sanksi administratif, pencabutan hak siar, hingga proses pidana.
“Jangan sampai media digunakan sebagai alat teror bisnis, atau malah jadi instrumen fitnah. Jika kita diam, ini bisa menjadi preseden buruk untuk iklim demokrasi dan kebebasan pers yang sehat,” tambahnya.
Publik Berhak Tahu Kebenaran, Bukan Sensasi
Sementara publik digiring untuk mempercayai narasi besar soal skandal pemerasan oleh oknum wartawan, Sekber mengingatkan agar masyarakat tetap kritis. “Publik memang berhak tahu, tetapi yang disampaikan harus benar. Bukan opini yang dikemas seperti fakta, apalagi sampai menyeret institusi tanpa dasar,” pungkasnya.
Saat ini, Polda Kalbar diminta segera memberikan klarifikasi terbuka terkait ada atau tidaknya laporan terhadap wartawan maupun pengusaha yang disebut dalam berita tersebut. Penegakan hukum terhadap penyebaran hoaks dinilai sangat penting untuk menjaga wibawa institusi dan mencegah penyalahgunaan kebebasan pers.
Analisis Yuridis DPD YLBH LMRRI
Yayat Darmawi SE,SH,MH Ketua DPD YLBH LMRRI Propinsi Kalimantan Barat saat diminta statmennya terkait berita Skeptis yang liar dan sudah beredar di Ranah Publik dengan membawa bawa oknum wartawan meminta uang negosiasi 5 Miliar disebut secara tidak jelas dan oleh orang yang tidak jelas, membuat wartawan dikalimantan barat marah, dalam hal ini yayat meminta Humas Polda mengusut tuntas maksud dari munculnya berita tersebut.
Setiap pemberitaan kasuistis yang merupakan produk jurnalistik menurut yayat mestilah faktual dan aktual serta harus jelas sumber beritanya sesuai apa yang telah di arahkan oleh UU Pers, jadi produk berita bukanlah merupakan produk hasil dari luapan kebencian, emosi serta amarah yang bersifat personal,"sebut yayat.
Agar tidak menimbulkan image negative terhadap profesi wartawan secara general terkait pemberitaan yang mengada ngada tersebut yayat meminta kejelasan tentang sumber dan siapa subjek hukumnatau oknum wartawan yang dimaksudkan telah meminta uang senilai 5 miliar dan kepada siapa oknum wartawan tersebut meminta uang serta dalam hal apa sampai terjadinya permintaan uang tersebut," kata yayat.
(Tim Liputan).
Komentar0