Tinta Rakyat Nusantara.Com, Sekadau, Kalbar - Proyek pekerjaan peningkatan Jalan Peniti – SP 2 Merah Air di Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat, diduga menggunakan tanah timbunan dari galian C yang tidak memiliki izin (Ilegal).
"Hal ini tentunya sangat bertentangan dengan aturan dokumen tender/lelang yang biasanya mengharuskan untuk tanah timbunan biasa atau timbunan biasa berbutir itu dari sumber galian (Quary) yang memiliki perijinan galian C yang lengkap," Kata Syarif Dwi Kurniawan, Ketua DPD Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GERAK) Indonesia Kalimantan Barat saat dimintai tanggapannya terkait polemik pada item pekerjaan peningkatan Jalan Peniti – SP 2 Merah Air di Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat yang diduga menggunakan tanah timbunan dari galian C ilegal yang tidak memiliki izin tersebut.
Informasinya lanjut Dwi, Proyek ini meliputi peninggian badan jalan pada titik-titik yang sering tergenang air saat musim hujan, dengan membangun barau timbunan sepanjang 200 meter dengan tinggi 1,5 meter serta penambahan dua titik box culvert.
Pekerjaan dengan persentase terbesar adalah box culvert (saluran drainase) menggunakan beton struktur Fc 30 Mpa, beton 10 Mpa, Baja Tulangan Sirip BjTS 420A, pasangan batu, Pondasi Cerucuk.
"Untuk pekerjaan timbunan biasa atau timbunan biasa berbutir, biasanya si pelaksana diminta untuk mempersiapkan (Excavator dan Dump Truck) sesuai dokumen dukungan peralatan dan untuk pemadatannya biasa menggunakan alat vibrator roller dengan kapasitas sesuai kebutuhan badan jalan bisa saja diminta 5 sampai 8 ton, bisa juga lebih," ucap Dwi lagi.
Proyek yang didanai melalui Dana Alokasi Umum (DAU) APBD 2024 dibawah naungan Satuan Kerja Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Sekadau, dengan pagu anggaran sebesar Rp 996.874.825,71 ini dikerjakan oleh CV.harabie, beralamat di Jln.Parit Haji Husein 2 Komp.Pmda 2 Pontianak sebagai kontraktor Pelaksana.
Selain itu, berkembang informasi bahwa konsultan proyek tersebut diduga merangkap sebagai kontraktor pelaksananya. Aparat Penegak Hukum (APH) diminta segera turun tangan untuk menindaklanjuti temuan ini.
"Kalau hal ini benar terjadi, tentunya independensi dalam pengawasan dan kualitas pelaksanaan pekerjaan sangat diragukan sekali, maka aparat penegak hukum harus segera memanggil pihak-pihak yang terlibat guna dilakukan pemeriksaan secara yuridis,"kata Dwi lagi.
Warga setempat mengungkapkan bahwa tanah timbunan yang digunakan berasal dari Desa Peniti tanpa izin resmi.
Salah seorang warga, (G) menginformasikan bahwa tanah tersebut diambil dari lahan miliknya menggunakan alat berat jenis exsavator dengan biaya Rp 10.000,- per/rit angkutan dump truck.
Dugaan pelanggaran ini menimbulkan keresahan di masyarakat, terutama terkait kualitas pekerjaan dan kepatuhan terhadap aturan hukum.
Oleh karena itu, masyarakat mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera melakukan pemeriksaan terhadap proyek pekerjaan peningkatan Jalan Peniti – SP 2 Merah Air di Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat guna memastikan tidak ada pelanggaran yang merugikan keuangan Negara dan masyarakat.
Sampai berita ini ditayangkan, Tim liputan masih berupaya mengumpulkan data dan keterangan dari pihak-pihak terkait guna balance report.
(Tim Liputan).
Komentar0