Tinta Rakyat Nusantara.Com, Aceh Timur - Sosok T. Zainal Abidin, S.Pd.I., M.H, Wakil Bupati Aceh Timur, belakangan menjadi buah bibir di kalangan masyarakat bukan karena kekuasaan atau ambisi, melainkan karena sopan santun, kerendahan hati, dan caranya memperlakukan ulama serta rakyat kecil dengan penuh cinta dan penghormatan. Jumat, 17 Okt 2025.
Bagi masyarakat Aceh Timur, T. Zainal bukan sekadar pejabat, melainkan teladan yang hidup. Wajahnya yang teduh, tutur katanya yang lembut, serta langkahnya yang penuh wibawa namun sederhana, membuat siapa pun yang berjumpa dengannya akan merasakan kehangatan seorang saudara, bukan jarak antara pemimpin dan rakyat.
Setiap kali beliau menghadiri acara Pemerintahan dan keagamaan bahkan acara masyarakat, suasana selalu terasa sejuk. Ia sering tampak menundukkan kepala dalam-dalam saat bersalaman dengan para ulama, seolah menyimpan pesan bahwa di atas segala jabatan dan kekuasaan, masih ada nilai adab dan keberkahan ilmu yang harus dijunjung tinggi.
Tak jarang, masyarakat terharu dan bangga menyaksikan momen kecil itu ketika seorang Wakil Bupati menyalami masyarakat satu per satu, tanpa memandang status sosial, tanpa membeda-bedakan siapa di depannya.
Baginya jabatan bukanlah alat untuk diagungkan. Dalam hatinya, ia selalu meyakini bahwa jabatan hanyalah amanah Allah SWT yang kelak akan dipertanggungjawabkan. Ia sering berkata kepada orang terdekatnya, “Yang membuat manusia mulia bukan karena jabatan atau pangkat, tapi karena adab dan sopan santunnya.” Kalimat sederhana itu menjadi pegangan hidupnya, yang kini menjadi inspirasi banyak orang di Aceh Timur.
Sosoknya dikenal sangat dekat dengan rakyat dan para ulama dayah serta para teungku di Gampong hingga tokoh masyarakat di pelosok Desa. Ia memperlakukan mereka bukan sekadar sebagai mitra, tetapi sebagai guru dan orang tua.
Saat duduk bersama para ulama, beliau lebih banyak mendengar daripada berbicara. Ia menunduk, menyimak, mencatat dalam hati setiap nasihat yang disampaikan, lalu dengan lembut menimpali, “Insya Allah, nasehat teungku akan saya pegang.”
Masyarakat Aceh Timur sering menyaksikan bagaimana T. Zainal hadir di acara-acara keagamaan dan acara masyarakat tanpa banyak protokoler. Ia berjalan di antara rakyat tanpa pengawalan ketat lazimnya penjabat lainnya. Sikap ini membuat banyak warga merasa dekat dan bangga memiliki pemimpin yang rendah hati dan tidak berjarak.
Anak-anak muda Aceh Timur mengenalnya sebagai sosok yang ramah dan terbuka, sementara kalangan tua menilai beliau sebagai “Pewaris adab Aceh lama yang mulai hilang dikalangan masyarakat” pemimpin yang bukan hanya cerdas secara intelektual, tapi juga halus dalam tutur dan perilaku.
Tak banyak yang tahu, T. Zainal terlahir dari keluarga pejuang, putra dari seorang mantan kombatan GAM di Kecamatan Madat, Aceh Timur. Latar belakang itu menempanya menjadi pribadi yang kuat, tegas, dan berjiwa nasionalis, tetapi tetap lembut dalam bertindak. Dari ayahnya, ia belajar arti prinsip dan perjuangan, sementara dari ibunya, ia mewarisi kesabaran, keteguhan doa dan kasih yang tanpa batas.
Masa kecilnya di Desa membentuk karakter sederhana dan pekerja keras. Ia tumbuh dalam lingkungan yang kental dengan nilai keislaman dan adat Aceh yang luhur. Saat teman-temannya bercita-cita menjadi orang kota, Zainal kecil justru bermimpi menjadi orang yang bermanfaat bagi Desanya.
Kini, mimpinya terwujud. Namun, di balik kesuksesannya, ia tak pernah melupakan tanah kelahirannya. Setiap kali pulang ke Madat, beliau masih berjalan kaki menyusuri lorong-lorong kampung, menyapa warga, dan menyempatkan diri mampir ke Meunasah tempat ia dahulu belajar mengaji. Bahkan tak jarang ia terlihat menyempatkan diri berziarah ke makam kedua orang tuanya yang sudah lama meninggalkan dunia ini.
Baginya sosok kedua orang tua ia jadikan panutan dalam hidup. Sedangkan riwayat hidup orang tuanya ia jadikan pengalaman dan ketekunan dalam menjalani kehidupan ini.
Warga sering terharu melihatnya datang tanpa protokoler yang ketat, hanya ditemani beberapa staf dan supir, menyalami para orang tua sambil menunduk dan tersenyum menyapa.
Dalam berbagai kesempatan, T. Zainal kerap mengingatkan para pejabat dan aparatur pemerintahan untuk tidak lupa menjaga adab dalam menjalankan tugas. “Ilmu tinggi, pangkat besar, tapi kalau tak punya sopan santun, maka hilanglah cahaya kepemimpinan,” Tutur suatu kali dalam sebuah acara di Aceh Timur.
Kata-kata itu bukan sekadar nasihat, melainkan prinsip hidup yang ia jalankan sendiri. Tidak ada jarak antara dirinya dengan rakyat. Ia duduk di warung kopi, bercengkerama dengan petani, mendengarkan keluhan nelayan, atau sekadar menyapa anak-anak sekolah yang melintas.
Masyarakat Aceh Timur melihat cermin pemimpin beradab dalam sosok T. Zainal Abidin pemimpin yang tidak hanya memimpin dengan kebijakan, tetapi juga dengan keteladanan. Dalam setiap langkahnya, ia membawa pesan moral bahwa kekuasaan adalah ujian, dan adab adalah kehormatan sejati.
Kini, di tengah perubahan zaman yang cepat, sosok seperti T. Zainal menjadi pelita di tengah gelapnya pragmatisme politik. Ia menunjukkan bahwa di balik pakaian pejabat, masih ada jiwa manusia yang lembut, masih ada tangan yang rela menyalami rakyat dengan ketulusan, dan masih ada hati yang selalu tunduk pada Allah dan hormat pada ulama.
Sikapnya yang santun bukan dibuat-buat. Ia tidak pernah membiarkan jabatan mengubah dirinya. Bahkan, beberapa kali terlihat, saat masyarakat berebut ingin menyalami, beliau justru yang lebih dulu menundukkan kepala dan menggenggam tangan rakyatnya dengan hangat.
Mungkin itulah sebabnya banyak yang mengatakan, “ T. Zainal sangat sopan dan beradab walaupun dia seorang pemimpin di Aceh Timur".
Sosok sederhana ini terus menorehkan jejak kebaikan. Tidak dengan kemewahan, tidak dengan janji-janji besar, melainkan dengan ketulusan hati, kesantunan sikap, dan keikhlasan dalam mengabdi. Di mata rakyat Aceh Timur, T. Zainal Abidin bukan hanya seorang Wakil Bupati ia adalah cerminan akhlak, adab, dan keteladanan yang sesungguhnya.
(Zainal/Editor:Red).
Komentar0