Tinta Rakyat Nusantara.com, Simalungun - Proyek pembangunan Base Transceiver Station (BTS) milik Telkomsel di Nagori Moho, Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara kembali menuai sorotan. Sejak awal proses pembangunan, warga sudah mempertanyakan keterbukaan dan mekanisme musyawarah yang dinilai tidak melibatkan masyarakat sekitar.
Sejumlah warga mengaku tidak pernah diundang ke kantor desa untuk membahas rencana pendirian BTS.
“Kami tidak tahu menahu soal rapat atau sosialisasi. Tiba-tiba diminta KTP dan tanda tangan saja,” ujar salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Informasi yang dihimpun Tinta Rakyat Nusantara menyebutkan, warga diminta menyerahkan KTP dan tanda tangan dengan janji akan menerima kontribusi sebesar Rp150.000, bahkan sempat dijanjikan Rp200.000 oleh oknum Maujana Nagori. Namun hingga kini, transparansi mengenai penggunaan dana dan siapa yang menerima manfaat dari proyek tersebut belum jelas.
Selain mempertanyakan kontribusi, warga juga menyoroti aspek keselamatan dan kesehatan. Kekhawatiran mencuat mengenai risiko sambaran petir, potensi robohnya tiang saat cuaca ekstrem, serta paparan gelombang elektromagnetik dari BTS.
“Kalau nanti ada kejadian seperti tiang tumbang menimpa rumah, apa tanggung jawab Telkomsel?” tanya seorang warga yang tinggal sekitar 50 meter dari lokasi proyek.
Ironisnya, warga yang rumahnya sangat dekat dengan lokasi pembangunan pun mengaku tidak pernah mendapat sosialisasi resmi, baik dari pemerintah desa maupun pihak Telkomsel. Hal ini menimbulkan kesan proyek berjalan secara tertutup dan hanya melibatkan pihak tertentu.
Masyarakat meminta Telkomsel dan pemerintah desa membuka forum dialog dengan warga untuk membahas:
- Sosialisasi yang transparan,
- Jaminan keselamatan dan mitigasi risiko,
- Kompensasi yang adil, serta
- Mekanisme tanggung jawab jika terjadi insiden di kemudian hari.
Salah satu warga menilai pembangunan BTS penting untuk mendukung digitalisasi desa, namun harus dilakukan secara terbuka.
“Kalau tidak melibatkan masyarakat, proyek seperti ini bisa memicu konflik sosial dan kehilangan legitimasi,” ujarnya.
Lebih jauh, warga juga menuding Pangulu Nagori Moho, Prayogi, tidak merespons keluhan warga meski telah dihubungi melalui WhatsApp.
“Rumah saya dekat sekali dengan tower, tapi tidak ada perhatian. Kami sudah lapor ke Pangulu, tapi tidak ada tanggapan. Kami minta Pemkab Simalungun dan pihak Telkomsel meninjau ulang izin administrasi pembangunan tower ini,” tegasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, Pangulu Nagori Moho tidak berada di kantor desa, dan saat dihubungi melalui telepon maupun pesan WhatsApp pada Sabtu (13/9/2025), belum memberikan tanggapan.
(ARS/Editor:Red).
Komentar0